Nikmat Potensi Kelapa Mana Lagi yang Bisa Kamu Sangkal
- Doddy Hidayat
- 23 Feb 2022
- 4 menit membaca
Diperbarui: 24 Feb 2022
Konon, beberapa dekade yang lalu, zaman kebanyakan dari kita belum lahir, zaman ayah-ibu kita masih beranjak remaja, zaman opa-oma kita masih enerjik di usia produktif, panganan untuk sarapan bukan roti gandum tapi roti yang ada sumbunya. Lauk wajib seperti tahu dan tempe goreng masih lezat sekali rasanya karena dibuat dari dele, kacang kedelai lokal bukan kacang kedelai impor, dan yang confirm bikin lebih gurih dan sehat karena digoreng menggunakan klentik bukan minyak sawit. Ukuran sehat memang relatif tapi kita sepakat orang terdahulu jarang yang mengidap obesitas, kolesterol tinggi dan kelainan jantung.

Gerakan kembali konsumsi minyak kelapa
Orang dulu mana kenal gandum, kedelai impor dan CPO alias minyak kelapa sawit, ya dulu singkong, dele dan klentik adalah primadona dapur nusantara. Orang jawa pasti tahu apa itu klentik, yaitu minyak kelapa. Era milenium pun datang. Tiba-tiba yang sudah hilang dari masa lalu, kini muncul kembali, jadi kerinduan banyak orang dan tidak tanggung-tanggung dijuluki sebagai Super Food karena mempunyai aneka manfaat dan kandungan nutrisi tinggi. Mokaf (tepung gluten free dari singkong), edamame (kacang kedelai muda) dan minyak kelapa menjadi bagian gaya hidup sehat yang mendunia.

Sekarang ini masyarakat yang dipelopori oleh kalangan intelektual dan pecinta lingkungan mulai melakukan gerakan kesadaran untuk kembali kepada kearifan pangan lokal. Terutama terkait dengan isu kelangkaan minyak goreng sawit di pasar, himbauan untuk kembali mengkonsumsi minyak kelapa makin melaung dan menggema. Bahkan seorang Susi Pudjiastuti - mantan menteri kelautan yang populer di era awal kabinet Pak Jokowi turut menghimbau untuk kembali kepada konsumsi minyak kelapa. Himbauan dalam bentuk cuitan di Twitter sempat menjadi viral beberapa waktu yang lalu.
Minyak kelapa adalah Super Food
Minyak kelapa sudah diakui dunia karena multi benefit dan kaya nutrisi. Selain dikonsumsi, minyak kelapa sudah dipakai untuk bahan kosmetik, perawatan tubuh dan terapi kesehatan. Karena manfaatnya yang begitu besar, minyak kelapa dinobatkan sebagai salah satu dari sedikit hasil pertanian yang masuk kategori Super Food.
Walaupun memiliki seabreg added value, pertumbuhan industri dan pasar domestik minyak kelapa jauh ketinggalan dari minyak sawit. Masyarakat kadung menganggap minyak kelapa sebagai barang mahal. Minyak sawit sudah melekat menjadi product addict yang kita gunakan untuk makan, mandi, gosok gigi, konsumsi obat-obatan hingga bahan bakar kendaraan. Minyak kelapa hanya dimaklumi untuk pemakaian di restoran dan hotel berbintang atau konsumen yang sudah kelebihan duit.
Tapi apakah minyak kelapa memang mahal? Jika mahal itu karena dibandingkan dengan produk sejenis semisal minyak sawit, tentu harga minyak kelapa lebih tinggi dari minyak sawit. Kenapa lebih tinggi? Secara hitungan sederhana 1 liter minyak kelapa memerlukan 5-6 butir kelapa. Jika harga pasaran kelapa saat ini 3000 rupiah per butir, untuk bahan baku saja sudah mencapai cost Rp. 15.000 ā Rp. 18.000, sedangkan harga minyak goreng sawit siap jual paling mahal dipasaran sekitar Rp. 17.000 ā Rp. 20.000. Tetapi ada fakta menarik dibalik perbandingan harga diantara keduanya, mari kita lihat.
Kelapa, Raja manfaat dan potensi nilai tambah
Dalam sebuah bahasa Sanskerta, kelapa disebutkan dengan kalimat ākalpawreksaā yang memiliki arti pohon yang dapat memberi semua kebutuhan hidup (tree of life). Hal tersebut sangat benar karena sifat kelapa memiliki sifat multifungsi hingga seluruh bagaian tanamannya tidak ada yang terbuang. Bukan itu saja, pada setiap bagian yang bisa dikonsumsi seperti daging dan air kelapa sarat mengandung khasiat dan nutrisi yang tinggi.
Minyak kelapa itu sendiri sudah diakui dunia kesehatan memeiliki segudang khasiat, diantaranya mengandung unsur yang dapat meningkatkan kadar kolesterol baik (HDL), memperbaiki metabolisme tubuh, meredakan radang gigi dan gusi, melembabkan dan menenangkan kulit sehingga sejak lama dipakai untuk perawatan kulit dan tabir surya dan satu lagi yang tidak terbantahkan, master chef manapun pasti bilang untuk masakan yang perlu diolah dengan temperatur tinggi, tidak ada yang paling enak kecuali di goreng dengan minyak kelapa!

Dari tabel diatas, seharusnya pemerintah dan stakeholder kelapa di Indonesia sudah bisa membuat rancangan strategis untuk menjadikan minyak kelapa alternatif minyak goreng masyarakat. Setiap produksi 1 ton minyak kelapa akan menghasilkan produk sampingan 2 ton air kelapa, setengah ton ampas kopra, 1.5 ton cangkang kelapa dan 3 ton sabut kelapa. Bandingkan dengan kelapa sawit, setiap produksi 1 ton minyak hanya menghasilkan 1.4 ton tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang setara dengan 151 liter bioetanol.
Bayangkan jika produk sampingan ini di olah secara terpadu, berapa besar potensi nilai tambah yang bisa dihasilkan! Keuntungan lain adalah perkebunan kelapa berbeda dengan sawit. Kelapa 70% adalah tanaman rakyat, dikelola oleh rakyat bukan dalam bentuk plantation ribuan hingga jutaan hektar milik segelintir perusahaan lokal maupun internasional. Luas perkebunan kelapa mencapai 30% dari total lahan perkebunan nasional bandinhgkan dengan sawit yang hanya 6% luas lahan dari total perkebunan nasional.
Multiplier effect bakalan terjadi, salah satu dampak positif bagi konsumen dalam negeri adalah minyak kelapa bisa menjadi komoditas yang terjangkau, karena variabel biaya tidak lagi tertumpu pada cost pembuatan minyak kelapa semata, tetapi ada keuntungan ekonomis besar dari pengolahan produk sampingan yang bisa mensubsidi harga jual minyak kelapa di pasaran.
Kelapa menunggu keberpihakan
Saat ini emiten sawit dalam negeri mendapatkan dana subsidi sebesar 5,7 trilyun rupiah dari pemerintah melalui ketetapan perundangan kebijakan peningkatan produksi bio diesel. Dari dana sebesar itu petani hanya kebagian 200 milyar rupiah dalam bentuk riset ekosistem berkelanjutan kelapa sawit rakyat, sisanya dinikmati emiten sawit yang terdiri dari 11 produsen besar CPO dalam negeri.
Jika saja pemerintah mempunyai political will yang sama antara kelapa dan sawit, industri kelapa akan gegap gempita, petani bakalan sejahtera dan masyarakat mempunyai keuntungan mengkonsumsi Super food dengan harga terjangkau. Industri kelapa tanah air menunggu keberpihakan.
Penulis suka untuk mengutip kalimat cerdas dari Simon Sinek: Value is not determined by those who set the price. Value is determined by those who choose to pay it.
Tugas kita lah sebagai bagian dari stakeholder pertanian tanah air untuk memberikan The Best Value Impact, menyediakan high added value product yang terjangkau masyarakat atau mungkin lebih dari itu: Meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga orang Indonesia berdaya beli tinggi dan berhak menentukan produk apa saja yang harus mereka bayar. Nikmat potensi kelapa mana lagi yang bisa kamu sangkal.
Comments